PT Lonsum Dituding PHK Sepihak 22 Karyawan, Jawaban Legal Tak Meyakinkan

KANTOR PT. PP. LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk. KALIMANTAN TIMUR

JAKARTA, Kompas58.com Aksi damai Gerbang Dayak yang mendesak keadilan bagi buruh dan masyarakat adat ternyata tidak mampu dijawab tegas oleh PT London Sumatra (Lonsum). Aspirasi masyarakat memang diterima, dicatat dalam notulen, bahkan dijanjikan akan dikirim ke kementerian. Namun ketika persoalan inti mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) 22 karyawan disorot, perusahaan justru terkesan cuci tangan.

Staf Legal PT Lonsum, Jepri Ritonga, yang dikonfirmasi seusai pertemuan, hanya memberikan jawaban normatif. Ia menyebut perusahaan tetap berpegang pada instruksi atasan dan jalur hukum, tanpa pernah menjelaskan secara gamblang alasan pemecatan.

“Awalnya kami tetap berpegang dulu kepada instruksi dari pimpinan, karena di instruksi itu disampaikan untuk tetap jalankan proses hukum. Mekanisme peradilan PHI ini tetap kita laksanakan. Namun tidak menutup kemungkinan jika ada opsi-opsi lain atau pertimbangan dari manajemen sebagaimana hasil mediasi terakhir,” kata Jepri, Kamis (11/9/2025).

Pernyataan itu dianggap publik sebagai alasan yang mengambang. Alih-alih menjawab apa kesalahan 22 karyawan hingga diberhentikan, perusahaan justru berlindung di balik prosedur hukum. Situasi ini semakin menambah kecurigaan bahwa PHK dilakukan tanpa dasar.

Isu paling mencolok adalah tidak adanya surat peringatan sebelum pemecatan. Para karyawan yang di-PHK menyebut jangankan SP3, SP1 pun tidak pernah mereka terima. Hal ini memperkuat dugaan bahwa perusahaan melakukan PHK sepihak.

Namun, Jepri kembali tidak mampu memberi penjelasan. “Mengenai perihal SP ini, saya kurang informasi. Kami di legal hanya menangani masalah hukum, seperti klaim lahan atau komunikasi dengan kepolisian. Kalau soal itu, saya tidak update,” ujarnya.

Ketidakmampuan staf legal menjelaskan dasar pemecatan semakin menguatkan pandangan miring publik. Bagaimana mungkin seorang legal perusahaan tidak mengetahui prosedur hukum yang menjadi inti persoalan? Jawaban seperti ini justru memperlihatkan perusahaan sengaja menutup-nutupi fakta.

Meski mengaku tidak tahu soal peringatan tertulis, Jepri tetap berdalih bahwa manajemen pasti punya dasar kuat untuk memberhentikan karyawan.

“Pastinya perusahaan ataupun manajemen yang melakukan audit, ataupun AR yang memberikan hukuman, itu sudah mengambil pertimbangan. Tidak semena-mena melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa dasar,” katanya.

Ironisnya, dalih itu lagi-lagi tidak disertai bukti. Ketika ditanya pelanggaran apa yang membuat 22 karyawan diberhentikan, Jepri hanya menjawab singkat bahwa dirinya kurang mengetahui. Publik pun semakin meragukan klaim perusahaan bahwa PHK dilakukan sesuai undang-undang.

Selain isu buruh, aksi Gerbang Dayak juga menyoroti soal plasma yang dijanjikan perusahaan kepada masyarakat. Namun lagi-lagi, pihak Lonsum memberi jawaban kabur. Jepri menyebut hal itu bukan kewenangannya.

“Untuk plasma sejauh ini banyak, kami juga kurang update. Ada manajer plasma yang bisa menerangkan. Kalau dari saya, hanya tahu inti-intinya saja. Permasalahan plasma yang diusulkan ini akan dikaji ulang,” katanya.

Pernyataan itu menunjukkan perusahaan tidak serius menanggapi tuntutan warga. Isu plasma yang menyangkut hajat hidup masyarakat adat justru dijawab dengan kalimat “kurang update”.

Soal jalur hukum, perusahaan menegaskan sudah menempuh tripartit di Disnaker. Namun tidak ada solusi, sehingga kasus kini berjalan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Lonsum tetap komitmen dengan pernyataannya, karena sudah pernah menjawab anjuran dari Disnaker,” ucap Jepri.

Bagi publik, sikap itu hanyalah strategi mengulur waktu. Perusahaan memilih berlama-lama di meja pengadilan ketimbang memberi kepastian bagi karyawan. Dengan cara ini, Lonsum bisa menyingkirkan buruh sambil menyalahkan proses hukum yang berlarut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *